Sabtu, 12 Mei 2012

BAB I NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA


BAB I


PENDAHULUAN



Republik Indonesia disingkat RI atau Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.487 pulau , oleh karena itu ia disebut juga sebagai Nusantara ("pulau luar", di samping Jawa yang dianggap pusat). Dengan populasi sebesar 222 juta jiwa pada tahun 2006, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, meskipun secara resmi bukanlah negara Islam.

Bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik, dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Presiden yang dipilih langsung.Ibukota negara ialah Jakarta. Indonesia berbatasan dengan Malaysia di Pulau Kalimantan, dengan Papua Nugini di Pulau Papua dan dengan Timor Leste di Pulau Timor. Negara tetangga lainnya adalah Singapura, Filipina, Australia, dan wilayah persatuan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India.

Sejarah Indonesia banyak dipengaruhi oleh bangsa lainnya. Kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting setidaknya sejak abad ke-7, yaitu ketika Kerajaan Sriwijaya di Palembang menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan Tiongkok dan India. Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha telah tumbuh pada awal abad Masehi, diikuti para pedagang yang membawa agama Islam, serta berbagai kekuatan Eropa yang saling bertempur untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Maluku semasa era penjelajahan samudra.

Setelah berada di bawah penjajahan Belanda, Indonesia yang saat itu bernama Hindia Belanda menyatakan kemerdekaannya di akhir Perang Dunia II. Selanjutnya Indonesia mendapat berbagai hambatan, ancaman dan tantangan dari bencana alam, korupsi, separatisme, proses demokratisasi dan periode perubahan ekonomi yang pesat. Dari Sabang sampai Merauke, Indonesia terdiri dari berbagai suku, bahasa dan agama yang berbeda. Suku Jawa adalah grup etnis terbesar dan secara politis paling dominan. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka tunggal ika" ("Berbeda-beda tetapi tetap satu"), berarti keberagaman yang membentuk negara. Selain memiliki populasi padat dan wilayah yang luas, Indonesia memiliki wilayah alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia.

BAB II


PEMBAHASAN



2.1 SEJARAH NKRI


Berdasarkan perjalanan sejarah Bangsa Indonesia, pada saat digulirkannya tanam paksa (Cultuure Stelsel) tahun 1615 oleh pihak Belanda telah menyebabkan hancurnya struktur tanah yang dimiliki pribumi, dimana tanah sebagai modal dasar pribumi dalam menjalankan segala aktivitasnya. Dengan adanya tanam paksa yang diterapkan telah mengubah jenis tanaman pribumi dengan jenis tanaman yang didatangkan dari Eropa yang nota bene tidak di kuasai oleh pribumi, hal ini menyebabkan pribumi tidak lagi mampu mengelola tanah yang dimilikinya dan tidak mengerti jenis tanaman yang berasal dari Eropa, sehingga pribumi pada saat itu terbodohkan, termiskinkan, terbelakang dan tertindas. Hal inilah kemudian yang di manfaatkan oleh pihak Belanda untuk membangun pemerintahan yang dinamakan Hindia-Belanda guna mengatur kehidupan pribumi yang semakin tertindas, yang pada akhirnya terjadilah sistem kerja rodi untuk mengeksplorasi hasil bumi yang ada di Indonesia.

Pada awal tahun 1900 pemerintah Hindia-Belanda menerapkan kebijakan politik ethis sebagai bentuk balas budi kepada pribumi dengan mengadakan suatu sistem pendidikan di wilayah Indonesia. Akan tetapi karena biaya yang dibebankan untuk mendapatkan pendidikan ini terlalu mahal, maknanya tidak semua pribumi mampu menikmati pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Dari sinilah terbangun strata sosial di dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Adapun bentuk strata sosial tersebut telah memposisikan pribumi sebagai kaum mayoritas berada pada kelas terbawah, kelas di atasnya adalah ningrat-ningratnya pribumi dan para pendatang dari Asia Timur (Cina, India, Arab, dsb), kemudian kelas teratas adalah orang-orang Eropa dan kulit putih lainnya.

Hal ini menjadikan pribumi sebagai kaum mayoritas semakin terbodohkan, termiskinkan, terbelakang dan tertindas. Sehingga pada tahun 1908, Dr. Soetomoe membangun pendidikan bagi kaum pribumi secara informal dan gratis dengan nama Budi Utomo sebagai bentuk kepedulian terhadap pribumi yang semakin tertindas. Pada akhirnya pendidikan pribumi tersebut diteruskan oleh Ki Hajar Dewantara dengan mendirikan Taman Siswa pada tahun 1920 secara formal, pendidikan pribumi yang di jalankan oleh Dr. Soetomoe dan Ki Hajar Dewantara telah membangkitkan jiwa-jiwa kebangsaan dan persatuan untuk melakukan perlawanan kepada Belanda, yang pada akhirnya mengakumulasi lahirnya Bangsa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 melalui momen Sumpah Pemuda pada kongres Pemuda II di Jakarta yang berasal dari Jong-jong atau pemuda-pemuda dari berbagai kepulauan di Indonesia yang memiliki komitmen untuk mengangkat harkat dan martabat hidup Orang-orang Indonesia (pribumi).

Bangsa Indonesia yang terlahir pada tanggal 28 Oktober 1928 kemudian bahu membahu mengadakan perlawanan kepada pihak Belanda untuk merebut kemerdekaan Indonesia dan barulah 17 tahun kurang 2 bulan kurang 11 hari atau tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945 atas berkat rahmat Allah SWT Bangsa Indonesia dapat mencapai kemerdekaannya dalam bentuk Teks Proklamasi yang dibacakan oleh Dwi-Tunggal Soekarno-Hatta. Keesokan harinya, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945 Bangsa Indonesia membentuk suatu Negara Republik Indonesia dengan disahkannya konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai aturan dasar di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

2.2 PENGERTIAN NKRI


Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak dapat dipisahkan dari peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, karena melalui peristiwa proklamasi tersebut bangsa Indonesia berhasil mendirikan negara sekaligus menyatakan kepada dunia luar (bangsa lain) bahwa sejak saat itu telah ada negara baru yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Apabila ditnjau dari sudut hukum tata negara, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1945 belum sempurna sebagai negara, mengingat saat itu Negara Kesatuan Republik Indonesia baru sebagian memiliki unsur konstitutif berdirinya negara. Untuk itu PPKI dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah melengkapi persyaratan berdirinya negara yaitu berupa pemerintah yang berdaulat dengan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden, sehingga PPKI disebut sebagai pembentuk negara. Disamping itu PPKI juga telah menetapkan UUD 1945, dasar negara dan tujuan negara.

Para pendiri bangsa (the founding fathers) sepakat memilih bentuk negara kesatuan karena bentuk negara kesatuan itu dipandang paling cocok bagi bangsa Indonesia yang memiliki berbagai keanekaragaman, untuk mewujudkan paham negara integralistik (persatuan) yaitu negara hendak mengatasi segala paham individu atau golongan dan negara mengutamakan kepentingan umum.

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang dibentuk berdasarkan semangat kebangsaan (nasionlisme) oleh bangsa Indonesia yang bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tampah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosil.

2.3 TUJUAN NKRI


Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terdapat dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea keempat yaitu “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial …”.

Dari rumusan tersebut, tersirat adanya tujuan nasional/Negara yang ingin dicapai sekaligus merupakan tugas yang harus dilaksanakan oleh Negara, yaitu:
  1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
  2. Memajukan kesejahteraan umum;
  3. Mencerdaskan kehidupan bangsa;
  4. Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social.


2.4 NKRI PADA MASA PENJAJAHAN


Sebelum masa penjajahan Belanda
Penguasa dan pemilik tanah di Nusantara adalah Kerajaan (tanah swaparaja) dan Mayarakat Adat (tanah ulayat).

Pada masa penjajahan Belanda di berlakukan :
  1. Domain Verklaring : Semua tanah milik Pemerintah Jajahan kecuali apabila bisa membuktikan pemilikannya sehingga Pribumi dianggap sebagai OKUPAN (penggarap), karena pembuktian kepemilikan harus tertulis sesuai Hukum Perdara Barat, hal ini tidak memungkinkan bagi Masyarakat Adat.
  2. Agrarish Wet : untuk mengundang investor maka diterbitkan Hak Eigendom untuk hak milik, Hak Erpach untuk perkebunan, Hak Opstal untuk bangunan. Tanah kerajaan dipetakan sebagai Sultan Ground (tanah swapraja). Hak Adat dan hak masyarakat adat tidak diakui.
  3. Kojnklik Besluit : Hanya warga eropa yang dapat memiliki Hak Eigendom atau yang dipersamakan dengan warga eropa dengan Besluit dari Ratu Belanda, sehingga hanya dipunyai oleh warga timur asing yang kaya (seperti Oei Tiong Ham) dan para Raja2 nusantara yang berpengaruh.
  4. Hukum Perdata Barat.
    Sejak itu berduyun-duyun para kapitalis berkembang di bumi nusantara. Selama penjajahan terjadi ketidakadilan dan penghisapan manusia atas manusia dalam rangka pengembangan kolonial Belanda. Tahun 1928 terjadilah SUMPAH PEMUDA dimana Bangsa Indonesia diikrarkan di Nusantara oleh para pemuda dari berbagai daerah Nusantara, walaupun sebelumnya telah ada pertemuan para raja se Nusantara untuk bersatu tetapi belum sampai terwujud dalam bentuk ikrar kebulatan tekad sebagaimana para pemudanya di Nusantara.


Pada Masa Proklamasai Kemerdekaan.
Pada saat proklamasi kemerdekaan NKRI oleh Soekano-Hatta dinyatakan oleh Soekarno bahwa wilayah NKRI adalah wilayah bekas Jajahan Belanda dari Sabang sampai Marauke, namun disanggah oleh Gubernur Jenderal Belanda yang tidak rela melepaskan wilayahnya. Raja Hamengkubuwono IX yang diikuti Raja Pakualam VIII menggabungkan diri dengan NKRI saat itu juga, sedang raja-raja lainnya tidak bergabung dengan NKRI sehingga Nusantara menjadi Republik Indonesia Serikat, NKRI ada dengan modal wilayah Jogjakarta. Setelah Nusantara aman dari Gerakan Operasi Militer Belanda ke I & II maka Jogjakarta dinyatakan sebagai Daerah Istimewa (1953), sedangkan eks kerajaan lainnya tidak dinyatakan sebagai Daerah Istimewa, malah dinyatakan sebagai tanah yang menjadi milik bangsa Indonesia yang dikuasai negara dan dijadikan tanah obyek land reform dibagikan kepada para penggarapnya.

Sejak tahun 1948 telah terbentuk Panitia Agraria Jogjakarta dengan semangat menegakkan keadilan dan menghapuskan penghisapan manusia atas manusia di tanah NKRI dengan menghindarkan diri dari NEO KOLONIALIS dan IMPERIALIS. Sangat disadari fondasi lokal Nusantara adalah agraris dan maritim, maka tanah sebagai modal dasar bagi petani sebagai alat ekonomi dan tempat tinggal dan bagi nelayan sebagai tempat tinggal serta laut sebagi tempat mencari nafkah dengan perahu/kapal sebagai alat ekonominya.

Pada tahun 1960 di syahkan Undang-Undang no 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dikenal dengan UUPA mencabut :
  1. Agrarisch Wet.
  2. Domein Verklaring.
  3. Kojnklik Besluit.
  4. Buku II Hukum Perdata Barat (Indonesia) sepanjang yang berkaitan dengan tanah tidak diberlakukan lagi dan diganti berdasarkan Hukum Adat.

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) adalah penjabaran dari Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Bumi, Air dan Ruang Angkasa serta kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, serta perekonomian dibangun berazaskan kekeluargaan (gotong royong). Selain itu UUPA juga menjabarkan sila-sila pada Pancasila ke dalam pasal-pasalnya, antara lain bahwa tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa Indonesia bersifat ABADI.

Artinya Negara tidak memiliki tanah karena Domein Verklaring tidak diberlakukan oleh NKRI. Pemilik tanah NKRI adalah Rakyat /Bangsa Indonesia termasuk kekayaan alam yang dikandungnya. Negara tidak memiliki tanah NKRI tetapi sebagai wakil organisasi bangsa menguasai tanah dalam arti mengatur pemilikan dan memimpin penggunaannya diwilayah tanah kedaulatan untuk kesejahteraan baik secara perorangan maupun bersama-sama (gotong-royong). Pengertian tanah di UUPA adalah kulit bumi termasuk diatas dan dibawahnya sepanjang berhubungan dengan penggunaan tanahnya, laut termasuk kulit bumi dan berada diatas tanah. Contoh lainnya, yaitu : hanya WNI yang dapat memiliki tanah, pemilikan tanah dibatasi, tanah pertanian hanya untuk petani, tanah berfungsi sosial, dilarang tanah sebagai barang spekulasi, monopoli tanah dilarang, kecuali diatur dalam undang2 tersendiri dsbnya.

BUNG KARNO menyatakan bahwa tanggal 24 September 1960, hari lahirnya UUPA yang merupakan hari kemenangan bagi RAKYAT TANI INDONESIA, dengan diletakkan dasar-dasar bagi penyelenggaraan Land reform untuk mengikis habis sisa-sia imperialisme dalam lapangan pertanahan, agar rakyat tani dapat membebaskan dari segala macam bentuk penghisapan manusia atas manusia dengan beralat tanah, menuju ke arah masyarakat adil dan makmur.
UUPA adalah alas bangunan NKRI menuju masyarakat adil dan makmur, sehingga pada tahun 1963 terbit Keputusan Presiden Republik Indonesia no 169/1963 tentang penetapan 24 september sebagai HARI TANI. Amanat politik UUPA jelas sekali terbaca dalam konsideran Keppres tersebut bahwa ; (i) Tanah sebagai basis perekonomian nasional; (ii). Perekonomian yang berdaulat diatas kedaulatan rakyat tani; (iii). Menghindarkan diri dari Nekolim, neoimperialisme dan neokolonialisme, dalam bentuk penghisapan manusia atas manusia; (iv). Secara teknis dilaksanakan melalui dua sayap, land reform dan acces reform.

Setelah UUPA dengan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (Perpu) no 224/1961 dlaksanakan Land reform terhadap tanah kelebihan pemilikan, tanah absente (tanah milik yang terletak di luar kecamatan dan kecamatan perbatasan letak tanah) , tanah swapraja (kerajaan/kraton) dan tanah ex swapraja yaitu tanah2 kerajaan yang tidak bergabung dgn NKRI pada masa RIS kecuali kraton Ngayogjakarta dan Pakualaman yang dinyatakan istimewa dan belum memberlakukan UUPA di Daetah Istimewa Yogyakarta.

ERA ORDE BARU.
Tragedi tahun 1965 menghambat pelaksanaan land reform dengan pergantian rezim pemerintahan karena disinyalemen bahwa UUPA berpaham kekiri-kirian oleh rezim orde baru. Padahal UUPA merupakan penjabaran keagraiaan/pertanahan sebagai aplikasi sila-sila dalam Pancasila dan satu-satunya undang-undang yang dibuat oleh Panitia Negara di RI. UUPA berazaskan kerakyatan sebagai konsekwensi logis dari tanah merupakan karunia Tuhan YME kepada bangsa indonesia bersifat abadi, dimana rakyat adalah pemilik abadi tanah NKRI.

Namun pada tahun 1967 terbitlah Undang-Undang Pokok Kehutanan, Undang-Undang Pertambangan, Undang-Undang Pengairan, Undang-Undang Perindustrian dan Undang-Undang Penanaman Modal Asing/ Dalam Negeri tidak mengacu UUPA dan memberlakukan kembali Domein Verklaring untuk mengundang para kapitalis dan neoliberalis ke bumi Nusantara dengan dalih pembangunan membutuhkan investasi, sehingga mengakibatkan tumbuh suburnya para spekulan tanah dan monopoli tanah dikalangan konglomerat. Sejak saat itulah dimulai penjajahan periode kedua terhadap Rakyat indonesia oleh pihak luar yang difasilitasi bangsa sendiri.

Padahal jika UUPA diberlakukan dan dijadikan acuan dari Undang-Undang lainnya yang berkaitan dengan tanah maka seluruh kekayaan alam yang terdapat di atas dan yang terkandung di dalam tanah adalah milik bangsa sehingga seluruh usaha yang terkait, yang selama ini dilakukan Badan Usaha Milik Negara/Daerah ataupun kerja sama dengan pihak asing haruslah di audit setiap tahunnya sebagai pertanggung jawaban kepada bangsa selaku pemilik tanah.

Dilain pihak Undang-Undang no 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa yang sifatnya menyeragamkan desa berakibat merusak tatanan Desa Adat apalagi dengan adanya Inpres Bantuan Desa menjadikan pemecahan Desa Adat secara administrasi.

Rancangan Undang-Undang Pertanahan berdasarkan hukum adat sebagai penjabaran UUPA hingga saat ini belum terpikirkan untuk disusun oleh BPN RI, serat masih diberlakukannya bukti hak lama (Agrarich Wet) oleh Pengadilan Negeri yang berdasarkan Kitab Hukum Perdata Indonesia (yang mengacu pada hukum perdata Belanda), bukan hukum adat sebagaimana perintah UUPA, juga Pengadilan Land Reform dibubarkan dan hingga saat ini belum dibentuk Pengadilan Agraria/Pertanahan. Kesemuanya itu menambah makin ruwetnya pertanahan di NKRI apalagi sampai saat ini belum terbangun data base bidang tanah secara nasional. Pembonsaian UUPA dan carut marut pertanahan di NKRI semakin marak sejak rezim orde baru yang berlangsung sampai saat ini.

Kasus-kasus konflik agraria dimasyarakat yang marak terjadi saat ini menunjukkan adanya kebijakan negara yang salah yang terus dilaksanakan yaitu memberlakukan Domain Verklaring kembali di bumi nusantara dan dibonsainya UUPA mengakibatkan menjerat rakyatnya sendiri sehingga tidak sesuai dengan cita-cita kemerdekaan NKRI oleh bangsa Indonesia yang diproklamirkan Soekarno-Hatta.

2.5 DINAMIKA NKRI NEGARA PROKLAMASI 45 Dalam ROMANTIKA REVOLUSI


Rakyat Indonesia sebagai bangsa yang dipelopori The founding fathers, dan diwakili oleh PPKI dengan musyawarah mufakat, dan hikmat kebijaksanaan serta kepemimpinan kenegarawanan menetapkan NKRI sebagai negara berdasarkan Pancasila sebagai terjabar dalam UUD 45 (UUD Proklamasi 45).

Dalam dinamika internasional --- dengan membandingkan antar sistem ideologi negara --- wajarlah kita mengakui bahwa Indonesia Raya tegak sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat dalam Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 --- yang sejajar dengan semua bangsa dan negara modern dalam pergaulan internasional! ---.

Dinamika sejarah NKRI sebagai Negara Proklamasi 45, terlukis dalam kronologis berikut:
  1. Negara Indonesia Raya (NKRI) merdeka 17 Agustus 1945;
  2. NKRI dalam Revolusi; dengan UUD RIS 1949 – 1950 (sebagai hasil kompromi dengan Belanda melalui KMB);
  3. NKRI berdasarkan UUD RI Sementara 1950 (sebagai wujud tekad Negara Kesatuan, yang dijwai sila III Pancasila); dengan praktek sistem demokrasi liberal dan Parlementer (1950 - 1959);
  4. NKRI (kembali) berdasarkan UUD Proklamasi 45 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
  5. Dalam dinamika dan romantika revolusi Indonesia, Presiden RI menggalang poros revolusioner Jakarta-Peking (sekarang: Beijing)-Pyong Yang dalam rangka menghadapi tantangan nekolim (= neo-kolonialisme-imperialisme!) dalam NKRI, komando revolusioner ada dalam otoritas Presiden/PBR/Pangti/Mandataris MPRS.
  6. Bung Karno berpikir revolusioner dalam asas dialektika; antara pendukung revolusioner dan musuh revolusioner; dengan kategori: revolusioner dan kontra-revolusi. Inilah dialektika revolusi; rakyat terbelah antara revolusioner dan kontra-revolusioner. Aksi-aksi revolusioner ini didominasi potensi politik nasionalis-kiri: kaum nasional---yang dulu terkenal dipimpin Mr. Ali Sastroamidjojo dan Ir. Surachman. Oleh rakyat yang moderat dan tidak sepaham dengan dialektika revolusi kepemimpinan mereka disebut PNI Asu (akronim : Ali Sastroamidjojo dengan Surachman). Mereka berhadapan dengan PNI Osa-Usep.
  7. NKRI berdasarkan UUD 1945 (1959 – 1965) menegakkan sistem demokrasi terpimpin berdasarkan Ajaran Pemimpin Besar Revolusi; dengan praktek budaya sosial-politik: NASAKOM.
    Melalui praktek budaya sosial-politik NASAKOM (mulai NASAKOM jiwaku, sampai NASAKOMISASI) kepemimpinan semua kelembagaan negara, makin berkembanglah ideologi marxisme-komunisme-atheisme! Karena “perjuangan” PKI yang terus “membudayakan” revolusi!... berpuncak : dengan bencana dan tragedi nasional kudeta G30S/PKI 1 Oktober 1965.

2.6 MENJAGA KEUTUHAN NKRI


Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 menandai lahirnya bangsa Indonesia. Sejak saat itu, Indonesia menjadi negara yang berdaulat dan berhak untuk mementukan nasib dan tujuannya sendiri.

Bentuk negara yang dipilih oleh para pendiri bangsa adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meski dalam perjalanan sejarah ada upaya untuk menggantikan bentuk negara, tetapi upaya itu tidak bertahan lama dan selalu digagalkan oleh rakyat. Misalnya, ada upaya untuk menggantikan bentuk negara menjadi Indonesia Serikat. Tetapi upaya untuk menggantikan bentuk negara itu segera berlalu. Indonesia kembali kepada negara kesatuan. Hingga saat ini negara kesatuan itu tetap dipertahankan. Sebagai generasi penerus bangsa dan juga sebagai peserta didik kita merasa terpanggil untuk turut serta dalam usaha membela negara.

Bangsa kita terus bergerak maju dan terus melintasi sejarah. Berbagai kemajuan dan perkembangan terus dinikmati oleh rakyat. Tetapi ancaman terhadap kedaulatan dan keharmonisan bangsa dan negara masih terus terjadi, meskipun intesitasnya kecil. Ancaman-ancaman itu meskipun dalam intesitas yang kecil tapi jauh lebih rumit. Ancaman-ancaman itu dapat dikelompokkan menjadi dua bagaian, yaitu ancaman yang dating dari luar negeri dan ancaman dari dalam negeri.
  1. Ancaman Dari Dalam Negeri
  • Kerusuhan
    Ancaman kerusuhan akan timbul jika terjadi kesenjangan ekonomi. Ancaman ini bisa muncul kalau pembangunan nasional tidak berhasil memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah tidak berhasil memperkecil ketidakadilan social ekonomi.
  • Pemaksaan Kehendak
    Ancaman ini bisa terjadi dinegara kita. Karena ada golongan tertentu berusaha memaksakan kepentingannya secara tidak konstitusional, terutama ketika sistem social politik tidak berhasil menampung aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.
  • Pemberontakan Angkatan Bersenjata
    Ancaman ini bisa muncul dari kalangan separatis karena pembangunan nasional tidak dapat mencakup semua daerah secara seimbang.
  • Pemberontakan Dari Golongan yang Ingin Mengubah Ideologi Negara
    Ancaman ini bisa berupa pemberontakan bersenjata yang dilakukan oleh orang-orang yang ingin mengubah ideologi negara dan membentuk negara baru. Golongan yang melakukan pemberontakan ini biasanya berasal dari golongan ekstrim, baik ekstrim kiri maupun ekstrim kanan. Golongan ini memaksakan diri untuk mengubah dasar Negara Indonesia, misalnya mengubah ideology Pancasila menjadi Ideology Komunisme.

Bangsa Indonesia tereiri dari berbagai suku bangsa dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Perbedaan suku bangsa ini bisa menjadi sumber konflik yang depot menyebabkan perpecahan di tubuh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keanekaragarnan itu seharusnya dapat menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat untuk menangkal semua gangguan atau ancaman yang ingin memecah belah persatuan bangsa.

Berikut beberapa sikap dan perilaku Mempertahankan NKRI :
  1. Menjaga wilayah dan kekayaan tanah air Indonesia, artinya menjaga seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
  2. Menciptakan ketahanan nasional, artinya setiap warga negara menjaga keutuhan, kedaulatan negara, dan mempererat persatuan bangsa.
  3. Menghormati perbedaan suku, budaya, agama, dan warna kulit. Perbedaan yang ada akan menjadi indah jika terjadi kerukunan, bahkan menjadi sebuah kebanggaan karena merupakan salah satu kekayaan bangsa.
  4. Mempertahankan kesamaan dan kebersamaan, yaitu kesamaan memiliki bangsa, bahasa persatuan, dan tanah air Indonesia, serta memiliki pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Sang Saka Merah putih. Kebersamaan dapat diwujudkan dalam bentuk mengamalkan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945.
  5. Memiliki semangat persatuan yang berwawasan nusantara, yaitu semangat mewujudkan persatuan dan kesatuan di segenap aspek kehidupan sosial, baik alamiah maupun aspek sosial yang menyangkut kehidupan bermasyarakat. Wawasan nusantara meliputi kepentingan yang sama, tujuan yang sama, keadilan, solidaritas, kerjasama, dan kesetiakawanan terhadap ikrar bersama.
    Memiliki wawasan nusantara berarti memiliki ketentuan-ketentuan dasar yang harus dipatuhi, ditaati, dan dipelihara oleh semua komponen masyarakat. Ketentuan-ketentuan itu, antara lain Pancasila sebagai landasan dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional. Ketentuan lainnya dapat berupa peraturan-peraturan yang berlaku di daerah yang mengatur kehidupan bermasyarakat.
  6. Mentaati peraturan, agar kehidupan berbangsa dan bernegara berjalan dengan tertib dan aman. Jika peraturan saling dila ar, akan terjadi kekacauan yang dapat menimbulkan perpecahan.


BAB III


PENUTUP



3.1 KESIMPULAN


Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang dibentuk berdasarkan semangat kebangsaan (nasionlisme) oleh bangsa Indonesia yang bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tampah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosil.

Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak dapat dipisahkan dari peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, karena melalui peristiwa proklamasi tersebut bangsa Indonesia berhasil mendirikan negara sekaligus menyatakan kepada dunia luar (bangsa lain) bahwa sejak saat itu telah ada negara baru yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terdapat dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea keempat yaitu “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial